Sabtu, 04 Desember 2010
Walet Di Kebumen
KALAU kita berkunjung ke Kota Kebumen pasti kita akan menjumpai tugu dengan ciri khas patung walet. Seperti di batas gerbang masuk. Tugu Walet ikon di tengah kota. Itulah salah satu ciri khas Kebumen yang tidak jarang juga mendapat julukan sebagai Kota Walet.
Burung Walet atau kadang ada yang menyebut dengan nama ’’Lawet’’. Ini merupakan ciri khas Kabupaten Kebumen, dan bahkan dijadikan logo/ ikon Kabupaten.
Keberadaan walet di gua Karangbolong sudah ratusan tahun. Ini bermula dari sejak ditemukan sarang burung walet pada abad ke-17 atau di masa kerajaan Mataram Kartosuro. Desa Karangbolong menjadi tersohor.
Dulu, tiap kali unduhan atau pengambilan sarang walet, bisa mencapai 1 kuintal lebih. Karena itu, sarang burung walet sempat menjadi primadona. Bahkan 10 persen pendapatan asli daerah Kebumen berasal dari sarang walet.
Karakteristik Walet Walet atau dalam bahasa Latin disebut Collacalia fuciphag. Ini merupakan salah satu jenis burung pemakan serangga yang bersifat aerial dan suka meluncur. Burung ini berwarna gelap. Terbangnya cepat dengan ukuran tubuh sedang/ kecil dan memiliki sayap berbentuk sabit yang sempit dan runcing. Kakinya sangat kecil begitu juga paruhnya dan jenis burung ini tidak pernah hinggap di pohon.
Burung walet mempunyai kebiasaan berdiam di gua-gua atau rumah-rumah yang cukup lembab, remang-remang, sampai gelap. Burung menggunakan langit-langit untuk menempelkan sarang sebagai tempat beristirahat dan berbiak.
Dari jenis usaha budi daya walet ini, produknya adalah sarang. Sarang burung walet dipercaya berkhasiat untuk obat-obatan. Di samping itu, harganya mahal. Pemanenan dilakukan secara peri-odik seperti di gua Karangbolong.
Hasil panen sarang burung dijual dan bahkan diekspor ke luar negeri.
Nilai Budaya Namun, pemanenan tidak semudah seperti yang dibayangkan. Biasanya oleh penduduk setempat. sebelum dilakukan, diadakan ritual agar proses pemanenan berlangsung lancar dan para pemanen diberikan keselamatan.
Hal ini tidak lepas dari kepercayaan masyarakat sekitar pantai. Bagi masyarakat yang tinggal di sekitar pesisir pantai selatan Desa Karangbolong, Kecamatan Gombong, Kebumen, nama Ratu Kidul amatlah melekat dalam kehidupan sehari-hari.
Mereka percaya, berbagai macam kekayaan laut pesisir selatan, ada dalam kekuasaan Ratu Kidul, termasuk sarang burung walet di dalam gua Karangbolong.
Lokasi gua di bibir laut sangat membahayakan keselamatan jiwa pemanen.
Di samping itu, ritual menjadi rutin pra-panen karena adanya mitos bahwa gua Karangbolong adalah salah satu pintu gerbang kerajaan Nyi Loro Kidul.
Sejak kapan upacara ritual ngunduh sarang burung walet diadakan? Menurut Sujarno (2008) dari Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta, sampai kini belum ada yang mengetahuinya pasti.
Namun, menurut cerita yang berkembang secara turun-temurun pada warga masyarakat Karang-bolong, kisah di balik adanya upacara ngunduh sarang burung walet tersebut berawal pada abad XVII ketika permaisuri Raja Mataram mengalami sakit yang tidak kunjung sembuh.
Oleh karena segala obat dari tabib maupun dukun tidak ada yang berhasil menyembuhkan, raja pun melakukan tapa brata un-tuk mencari petunjuk dari Yang Maha Kuasa. Dan, dalam semedinya itu raja mendapat wangsit bahwa obat yang dapat menyembuhkan permaisuri adalah jamur yang tumbuh pada batu karang di sekitar pantai laut selatan.
Upacara ngunduh sarang burung walet di Karangbolong, bila dicermati secara mendalam, mengandung nilai-nilai. Pada gilirannya dapat dijadikan sebagai acuan dalam kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai itu antara lain kebersamaan, ketelitian, gotong royong, dan religius.
Nilai kebersamaan tercermin dari berkumpulnya sebagian besar anggota masyarakat dalam suatu tempat, makan bersama, dan doa bersama demi keselamatan bersama pula. Ini adalah wujud kebersamaan dalam hidup bersama di dalam lingkungannya (dalam arti luas).
Oleh karena itu, upacara ini mengandung pula nilai kebersamaan. Dalam hal ini, kebersamaan sebagai komunitas yang mempunyai wilayah, adat-istiadat, dan budaya yang sama.
Sinergi unsur-unsur budaya di atas, sebagai bagian dari putra daerah, diharapkan bisa secara bersama-sama menjaga dan melestarikan walet. Tidak hanya sebagai usaha komersial belaka. Tetapi di balik itu, menjaga dan tetap melestarikan walet yang sudah dijadikan sebuah ikon di Kabupaten Kebumen sangat penting
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Wekh walet opo lawet?
BalasHapusWalet memiliki daya jual, tetapi bisakah suatu saat walet diternak dengan kualitas sama dengan walet liar
BalasHapus